Senin, 13 Agustus 2012

Mengamini Dalam Hati

Ruangan ini sangat sederhana. Ukurannya tidak lebih besar dari kamar kebanyakan seluas 4 x 3 meter. Tumpukan Koran tapi rapi, ditaruh di sudut ruangan. Aku tahu, susunanya itu berdasarkan tanggal terbit. Paling atas, tentu Koran edisi teranyar.

Di atas meja beralas kaca, satu unit laptop warna hitam menyala. Ada dua kursi di seberang meja. Aku duduk di salah satunya. Di belakang kursi yang kosong, pigura karikatur menempel di dinding berbahan gypsum. Empunya kursi dan pemilik ruangan memintaku menunggu. Ia masih menyelesaikan urusan di lantai bawah.

Karikatur hitam putih itu, sangat persis dengan sosok aslinya. Bukan secara fisik semata, tapi juga si pembuat menggoreskan pesan filosofis tentang sifat. Wajah karikatur itu tak lain merupakan Bang Hasyim, pemimpin perusahaan sekaligus general manager kami.

Di coretan dengan pensil itu, wajah Bang Hasyim tengah tertawa lebar. Ia memang orang yang doyan mengekspresikan kelucuan dengan tawa di atas rata-rata. Bila kami tergelak bersama, kalau suara tawa itu satuannya desibel, yakinlah angkanya nyaris mendekati  digit tertinggi.

Langgas Itu Bebas

anggas-langgas terbang si unggas
langgam bebas di kepakan sayap
eloklah merak berbelabas
ditiuplah si angin balabad
indah memang si sangkar emas
tak pula menggoda si bulu biru
tinggilah tinggi punuk si unta
rundu-rundu lah ia terlihat rungkuh
terima nasib jadi penghela
takzim tunduk pada tuannya
menggebah pipit di atas pulut
berharap padi kelak tak susut
biarlah….ia mencari rezeki

KEMARAU

Di sini
Ranting pohon meratapi
Bulan Juni
Tanpa setetes embun pagi
Tanpa bisikan angin sepoi
Debu-debu beterbangan menari
Panas menyiram tak henti
Ilalang rebah lalu mati
Burung-burung pergi
Pantai kehilangan tepi

Hujan

Dan langit bersenandung pada awan
Agar menjatuhkan hujan
Pada rumput kering dan gersang
Sebelum akhirnya setetes api jatuh
dari tangkai pinus
walau suara teriakan satwa tak lagi terdengar
Mereka telah binasa di pintu surga
Dan Manusia hanyalah binatang berakal
Yang membuka gerbang neraka
Memanggil-manggil Tuhan
yang tergantung di langit tanpa sayap
Dan langit kembali bersenandung pada awan
Agar sudi kembali menjatuhkan hujan
pada rumput kering dan gersang
Dan surga kembali di ciptakan
Diantara puing-puing neraka
Yang berserakan……

Perjalanan Hidup

Dalam suatu perjalanan hidup, cita-cita terbesar adalah menuju kesempurnaan. Ada kalanya kita mesti berjuang, serta belajar menyingkap segala rahasia kehidupan.
Perjalanan menuju kesempurnaan adalah proses yang menentukan setiap tapak langkah kita. Setiap hembusan nafas, detik jantung, dari siang menuju malam. Semua menuju titik yang sama, kesempurnaan.
Setiap insan mempunyai hak yang sama atas waktu. Tidak ada seorangpun melebihi dari yang lain. Namun tak jarang setiap kita berbeda dalam menentukan sikapnya. Ada yang berjuang untuk melaluinya dengan membunuh waktu. Tidak pula sedikit yang merasakan sempitnya kesempatan yang dia ada.
Apa rahsia terbesar dalam hidup ini? Melewati hari ini dengan penuh makna. Makna tentang cinta, ilmu, dan iman. Dengan cinta hidup menjadi indah. Dengan ilmu hidup menjadi mudah. Dan dengan iman hidup menjadi terarah.
Jean-Francois Champollion dicatat dalam sejarah dunia sebagai orang pertama yang berhasil membaca huruf Mesir kuno yang telah dilupakan ribuan tahun. Ternyata kemampuannya ini didukung oleh pengetahuan bahasa yang telah dikembangkannya sejak kecil ketika berusia 11 tahun, Champollion telah menguasai bahasa Latin, Yunani, dan Ibrani. Dua tahun kemudian ia juga mempelajari bahasa Arab, Syria, Chaldea, dan Koptik.
Di tahun 1822, pada usia 32 tahun, Champollion selesai menterjemahkan batu Rosetta yang menjadi kunci pembacaan naskah Hieroglif Mesir kuno.
Hidup ini merupakan proses pembelajaran menuju lebih baik dan memahami akan cinta yang Allah SWT berikan buat manusia di dunia ini.